PP AL Mukhtariyah As Syafi'iyah - Setelah perayaan Idul Fitri, bulan Syawal menjadi waktu yang sering dipilih oleh banyak pasangan untuk melangsungkan pernikahan. Hal ini tidak hanya karena suasana kebahagiaan pasca-Ramadhan, tetapi juga karena adanya keyakinan bahwa akad nikah di bulan Syawal membawa keberkahan. Bahkan, banyak yang menganggapnya sebagai suatu sunnah yang dianjurkan dalam agama Islam.
Sebelum kedatangan Islam, masyarakat Arab Jahiliah menganggap bulan Syawal sebagai bulan yang penuh dengan kesialan. Mereka percaya bahwa pernikahan yang dilangsungkan pada bulan ini akan membawa kehancuran dan perpecahan dalam kehidupan rumah tangga. Kepercayaan ini berakar dari pengamatan mereka terhadap kebiasaan unta yang mengangkat ekornya pada bulan Syawal. Konon, hal ini menyebabkan unta-unta tersebut mengalami kesulitan dalam berhubungan seksual, dan masyarakat Jahiliah menyamakan keadaan ini dengan kehidupan pernikahan mereka.
Menurut Sayyid Murtadho Az-Zabidi dalam kitabnya Tajul ‘Arus, nama “Syawal” berasal dari kata “tasyulul Ibil”, yang menggambarkan saat unta-unta mengangkat ekornya. Hal ini diyakini sebagai pertanda buruk yang menghalangi perkawinan atau hubungan intim, baik pada hewan maupun manusia. Bahkan, dalam Tajul ‘Arus min Jawahiril Qamus disebutkan bahwa masyarakat Arab jahiliah sangat meyakini bahwa menikah di bulan Syawal membawa malapetaka, sebagaimana ungkapan mereka yang mengatakan bahwa “wanita yang dinikahi terhalang disetubuhi suaminya, sebagaimana terhalangnya jalan masuk pada unta yang mengangkat ekornya” (Sayyid Murtadho Az-Zabidi, Tajul ‘Arus).
قالَ ابنُ دُرَيْدٍ: زَعَمَ قَوْمٌ أنَّه سُمِّيَ شَوَّالاً لأنَّه وَافَقَ وَقْتًا تَشُولُ فيهِ الإِبِلُ: أَي تَرْفَعُ ذَنَبَها، وَهُوَ قَوْلُ الفَرَّاءِ. (تاج العروس من جواهر القاموس، ج 29، ص 304)
Namun, kedatangan Islam membawa perubahan besar terhadap pandangan ini. Nabi Muhammad SAW mengajarkan umat Islam untuk tidak mempercayai tahayul atau anggapan buruk yang bersifat khurafat. Salah satu cara yang dilakukan oleh Rasulullah adalah dengan menikahi Ummul Mukminin Aisyah RA di bulan Syawal. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah, beliau menyatakan:
“تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شَوَّالٍ وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ.” (صحيح مسلم، ج 2، ص 1039)
Artinya: “Rasulullah SAW menikahiku di bulan Syawal dan berkumpul (bersetubuh) denganku pada bulan Syawal.” (Shahih Muslim, Juz 2, hal. 1039).
Hadis ini kemudian dijadikan sebagai dasar hukum oleh para ulama untuk menilai bahwa menikah, menikahkan, dan berkumpul suami-istri di bulan Syawal merupakan amalan yang baik dan disunahkan. Imam An-Nawawi dalam Al-Minhaj Syarh Sahih Muslim menjelaskan bahwa hadis ini membantah anggapan buruk yang berasal dari tradisi Jahiliah dan bahwa menikah di bulan Syawal seharusnya dianggap sebagai suatu sunnah, bukan sebagai hal yang makruh atau sial.
Tindakan Nabi Muhammad SAW menikahi Aisyah di bulan Syawal merupakan simbol perlawanan terhadap anggapan buruk yang berkembang pada masa jahiliah. Melalui amalan beliau, Nabi SAW mengajarkan umat Islam untuk menghindari tahayul dan pesimisme yang sering kali melanda masyarakat. Dengan menikahi Aisyah di bulan Syawal, Rasulullah SAW menegaskan bahwa tidak ada yang salah dengan pernikahan pada bulan ini, malah sebaliknya, hal itu menjadi sunnah yang dianjurkan.
Para ulama besar seperti Imam Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad semuanya sepakat bahwa menikah di bulan Syawal adalah tindakan yang disunahkan dan membawa keberkahan. Sebagai contoh, Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa dengan mengikuti amalan Nabi SAW, umat Islam dapat meraih keberkahan dalam pernikahan dan membantah pandangan negatif yang pernah ada.
Bulan Syawal, yang dulunya dianggap sebagai bulan yang membawa kesialan oleh masyarakat Jahiliah, kini telah berubah menjadi bulan yang penuh berkah dan dianjurkan untuk melangsungkan pernikahan. Melalui pernikahan Rasulullah SAW dengan Aisyah RA di bulan Syawal, kita diajarkan untuk menghindari mitos dan khurafat serta mengikuti sunnah yang membawa keberkahan. Dengan memahami sejarah dan ajaran Nabi, umat Islam dapat menjalani pernikahan dengan penuh keyakinan dan keberkahan.
Menikah di bulan Syawal tidak hanya membawa manfaat spiritual, tetapi juga memperkuat hubungan keluarga dengan mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan kebahagiaan dalam hidup berkeluarga.